Langsung ke konten utama

SESUATU YANG BERNAMA PIKIRAN

Terpampang dengan samar apa yang disebut bias
Tempat tak keras berserabut halus
Urai, segala yang bisa diurai
Menemukan sesuatu terang di sudut kumuh
Yang seharusnya tetap gelap

Seharusnya tetap basah saja sisi sebelah situ
Biar tak banyak yang menyirami
Semakin matahari banyak berputar, semakin banyak jalan cabang terbentang
Sudah, yakinkan langkahmu
Tegapkan teguhmu
Lepaskan galaumu
Relakan rencana mimpi besarmu

Kau belum cemerlang
Hanya pantas berangan
Tidak layak meninggi khayal
Wajarlah menjadi goyah, kerasmu sedikit terganggu
Menjadi pemimpi sudah sedari lahir
Nikmati jalan hidupmu itu

Bila semua terbang, jangan kau mengalihkan perhatian
Tataplah Albatros yang telah kau rawat
Kau beri sepertiga nyawamu untuk menghidupinya
Bila dia terdapat nasib yang berbeda, relakan

Senyumlah untuk pelepasannya
Tangisilah untuk kenangannya

Lagi-lagi pikiran terganggu
Apa karena tekanan
Karena tuntutan
Apa keadaan
Ataukah terpecahnya mimpi menjadi kepingan-kepingan besar

Tak tahulah..
Biadablah pikiran ini (begitu sisi kolot berkata)
Biar. Akulah si pemilik pikiran itu, tak mempermasalahkannya

Lagi-lagi berkata hal yang klise..
"Biar waktu yang menjawab"
Hah, tak bisakah menjawab sendiri tanpa menyerahkan kepada waktu?

Renungkan lagi, batas diri...
Aku memang belum begitu mampu menunggangi waktu
Terjatuh darinya sakitlah sangat

Bersahabatlah dengan waktu, pilihanku
Walau tak selalu
Dan itu membuat waktu marah
Menamparku dan menjatuhkanku dari ketinggian tak hingga
Sakit, memang
Remuk sekujur hati dan otak

Aku bisa apa, hanya menerima nasib akan kebodohanku
Kebodohan terbesar

Wajarlah bila Albatros itu mengarungi angkasa tanpamu
Kikislah rasa yang kau sematkan kepadanya
Biar tak sakit sangat bila dia meninggalkanmu
Kau tak punya hak menahannya pergi
Bila dia menemukan sang kenyataan yang mampu memanjakannya
Meninggikannya
Membahagiakannya

Kau hanya seonggok besar sang pemalas
Berkarat dari pengaruh mimpi dan khayal belaka

Belajarlah dari sekarang melepasnya
Tenang saja, dia bisa bahagia tanpamu
Banyak yang dapat menjadikan dia ratu terhebat di singgasana yang megah
Yang dapat meneruskan mimpi-mimpi kau dan dia

Tenang saja, dia dapat dengan mudah bertahan
Berfikirlah sekarang, bahwa kau menjadi batu loncatan dia
Untuk mendapatkan yang lebih baik darimu

Kau hanya perlu menyusun ulang rencana yang telah kau buat
Yang dengan sendirinya kau hancurkan
Bodohmu, langkahmu
Keangkuhan atas kehebatan menyusun rencana
Kepercayaan diri atas kehebatanya
Malah kau sendiri yang menghancurkannya

Sudah, susun ulang rencana hidupmu
Kau bisa hidup untuk masa depan
Kau bisa bertahan untuk masa sekarang

Jangan kau pelihara rasa sesak itu
Wajarlah dan biarlah dia begitu
Agar tak terlalu lama dia sendiri
Bila nanti kau telah mati sebagai pendamping hati

Dukung dia, bila itu perlu
Buat apa kau pertahankan bila tak jelas
Dan pasti akan berujung dalam ketidakpastian
Pastikan semua berakhir tanpa cidera

Semangatlah
Untuk hidupmu

(Kata hati bicara)

Berfikirlah, bahwa aku hanya sendiri
Penentuku
Pendampingku

Penguatku adalah aku

Komentar

  1. ehm knapa c w selalu suka banget ma puisi2na galih hihihihi :D dari pertama w baca pas w kelas3 SMA kali yah tepatna...lih request terbitkan buku kumpulan puisi2 u dunk hahahaha:)

    BalasHapus
  2. ditunggu loh gan puisi selanjutnya hehehe:p
    Manja is Galih Lover ^^
    hahahaaha

    BalasHapus
  3. Hahaha, ternyata gw punya fans toh :D

    makasih buanyak yaa.

    Iya, diusahakan diperbanyak lagi.
    Hmmm, klo bkin buku rasanya terlalu berlebihan dah, gak bagus-bagus amat qo ^_^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RENUNGKAN

Cintaku... Seperti sebuah pohon. Yang kurawat dari kecil hingga berbuah ranum. Tak luput kumerawatnya. Kusirami dengan air kasih sayang. Kupupuki dengan canda tawa. Kupotong dahan-dahan kebosanan. Kupangkas daun-daun kesedihan. Namun, bila seseorang yang kusayang, atas namanya aku merawat pohon tersebut, menebang pohon itu.. Takkan kuizinkan lagi dia mendekati pohonku.

MALAPETAKA

Ternyata itu petaka besar Hebatnya mengelabui malam Segala cerita hanya imajinasi belaka Entah bertujuan untuk apa Menghindar mata dengan segala rupa Semakin jelas segala tipu daya Berbicara tentang terang Sesungguhnya dalam keadaan kelam Menyusun kata menipu nyata Meruntuhkan mimpi jadi berkeping-keping Memanipulasi segala arahan cerita Tanpa memberi kesempatan jadi nyata Kekecewaan terbesar tentu dirasa Pemberi noda hitam di dalam hati Masih tidak terima akan segala yang terjadi Mudahnya menipu hati dengan merubah jati diri Menyusun cerita panjang agar dipercaya Kenyataan sebenarnya tidak pernah ada di dunia nyata Kita bukanlah satu Semua itu semu Ternyata itu manusia yang sama Sedari awal membuka suara Pemberi muslihat terbesar yang pernah ada Bersembunyi dibalik muram cerita Butuh waktu lama menyadari itu semua Bahwasanya selama ini hanya bualan saja Kita bukanlah satu Semua itu semu Sudahlah kita benahi semua ini Kembali awal dengan sudahi mimpi Menga

MENDUNGKU

Gelap lagi yang ada Gundah lagi yang kurasa Sunyi senyap disini Tak ramai lagi seperti dulu Ditinggalkan penuntun bahagiaku Menuju harapan baru tanpaku... Keputusan itu, kuketahui... Kurestui pula, karena aku juga menginginkannya Menghindari kecewa kelak tercipta Atau sekedar waspada tercipta sedih yang makin meningkat Biarlah dia terbang sesukanya Akupun berlari semauku Disini aku berniat bertahan Tapi hati kian berat tertimpa beban hidup Masalah yang tak kunjung kutemui ujungnya Sesuatu yang tak cepat kuselesaikan Aku mau bernapas lega Tanpa terbebani penat Layaknya kabut tebal menyelimuti hati ini Membekukan imaji yang tak kunjung pulih Sampai kapan ini terjadi... Kapan aku temukan jalan keluar... Aku menunggu harapan yang kuinginkan datang... Tanpa mendung menutupi langitku